Tiktok Didenda Rp 441,2 Milyar oleh Inggris, 5 Negara memblokir Tiktok



Pemerintah Inggris menjatuhkan denda kepada TikTok sebesar 12,7 juta poundsterling atau setara Rp 236 miliar (estimasi kurs Rp 18.588) pada Selasa (4/4/2023).

Denda tersebut diberikan oleh UK Information Commissioner (ICO), karena TikTok dianggap melanggar undang-undang perlindungan data, yaitu mengizinkan anak di bawah umur, untuk mengakses dan menggunakan platform berbagi video pendek tersebut.

"ICO telah mengenakan denda sebesar £ 12,7 juta pada Tiktok karena melanggar Undang-Undang Perlindungan Data, salah satunya menyalahgunakan data pribadi anak-anak," tulis ICO di blog resminya.

TikTok dikatakan telah melanggar aturannya sendiri yang melarang anak-anak kecil mendaftar akun di platformnya.

Menurut ICO, aplikasi besutan ByteDance ini setidaknya telah memberikan akses kepada 1,4 juta anak di bawah usia 13 tahun per 2020.

Denda yang dikenakan ICO merupakan kelanjutan dari kasus pelanggaran yang diproses pada September 2022. Saat itu, TikTok dikabarkan terancam denda sebesar 27 juta poundsterling (sekitar Rp 441,2 miliar).

Penyebabnya sama. TikTok telah ditemukan telah melanggar Undang-Undang Perlindungan Data di Inggris, serta gagal melindungi privasi anak-anak di platformnya. Namun, proses negosiasi antara TikTok dan pemerintah Inggris membuat denda yang dikenakan berkurang.

Namun, jumlah denda tersebut jauh lebih besar daripada pelanggaran TikTok di AS untuk kasus yang sama pada tahun 2019.

Seperti dirangkum KompasTekno dari The Social Media Today, Senin (10/4/2023), Komisi Perdagangan AS (FTC/Federal Trade Commission) saat itu mendenda TikTok 5,7 juta dolar AS (sekitar Rp 82,8 miliar).

Denda tersebut dikenakan karena TikTok dianggap tidak mampu mengelola dan melindungi data anak.

Kasus serupa juga terjadi di Korea Selatan. TikTok diduga mengumpulkan sekitar 6.000 data pengguna anak di bawah umur selama periode Mei 2017 hingga Desember 2019.

Alhasil, Korea Communications Commission (KCC) pun mewajibkan TikTok membayar ganti rugi sebesar 186 juta won atau Rp 2,3 miliar. Data tersebut diduga telah disalahgunakan tanpa persetujuan sebelumnya dari wali atau orang tua anak.

Mulai dari AS, Kanada, Inggris, Belgia, hingga yang terbaru dari Negeri Kanguru alias Australia. Pemblokiran dilakukan karena sejumlah negara menyoroti masalah keamanan data pengguna. AS adalah salah satu negara yang khawatir data pengguna di negaranya akan digunakan oleh pemerintah China untuk menyebarkan informasi yang salah.

sumber: Kompas.com

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.